Rabu, 27 Februari 2013

Masih tentang Bandung Raya

Sejak ada pemberitaan tentang Pelita Jaya yang diakuisisi Bandung Raya, saya sempat berpikir, apakah benar? Lebih dari itu, apakah Pelita Jaya dan Bandung Raya disatukan ataukah Pelita Jaya dan Bandung Raya itu berdiri sendiri-sendiri.
Berdasarkan sejarah, nama “Pelita” tidak pernah hilang dalam nama-nama klub di Indonesia. Mari kita perhatikan: Pelita Jaya, Pelita Mastrans (pada awalnya ada yang menulis Mastrans Pelita Jaya seperti halnya Mastrans Bandung Raya), Pelita Jakarta, Pelita Bakrie, Pelita Solo, Pelita Krakatau Steel, Pelita Jaya Jawa Barat, dan kembali lagi ke Pelita Jaya. Di dalam rangkaian nama “Pelita” itu berganti-ganti pula homebase-nya, yaitu Jakarta, Solo, Cilegon, Purwakarta, Bandung, dan Karawang. Berdasarkan fakta itu, nama-nama yang dimunculkan (baca: dibaca di media) seperti “Pelita Bandung Raya” bisa dimungkinkan. Jadi, jika disatukan, Bandung Raya adalah Pelita Jaya dan bukan Pelita Jaya adalah Bandung Raya! (Terserah mau memakai nama apa nantinya). [Mungkin pendapat saya ini didukung pula oleh Pelita Jaya/Arema yang ternyata memakai nama “Arema” sehingga Pelita Bandung Raya vs Arema dan bukan Pelita (Bandung Raya) vs Pelita (Arema). Betul, tidak? Namun, itu terserah. Toh saya bukan pemilik klub-klub tersebut he he he.]
Bagaimana jika kedua klub tersebut berdiri sendiri? Ya, saya melihatnya seperti Sihar Sitorus yang memiliki beberapa klub. Selain itu, saya pun melihat dari kepemilikan. Sebutlah nanti Pelita Bandung Raya di LSI 2013 dan Bandung Raya di Divisi II LPIS 2013. Sebagai catatan, dalam Divisi III PSSI (baca: LPIS) 2012, Bandung Raya gagal lolos ke putaran final “3 Besar” setelah disisihkan Persiga Trenggalek yang akhirnya menjadi juara. Bandung Raya sendiri mendapat tiket promosi ke Divisi II PSSI 2013. Jadi, Bandung Raya masih tetap ada, bukan? [Namun, coba jawab deh pertanyaan saya: Bandung Raya dan UNI apa bedanya? Kan awal pendiriannya mereka merupakan nama yang sama?! Ya, hanya di blog ini yang membahas hal aneh seperti itu.]
Oh ya, mengapa saya membahas “Satu Bandung Raya” dan “Dua Bandung Raya” ini? Sebagai blog yang tertarik dengan “pemeliharaan” sejarah nama klub, saya melihatnya seperti itu. Sebagian di antara kita terjadi “kesalahpahaman” sejarah, bukan? Coba perhatikan, sebagian dari kita menganggap bahwa Pelita Krakatau Steel sama dengan Krakatau Steel (biasa ditulisnya PSKS. Kok Bandung Raya tidak ditulis PSBR ya he he he). Padahal kedua nama itu berbeda. Pada saat itu, Pelita Krakatau Steel di Divisi Utama dan Krakatau Steel di Divisi I. Mau yang lebih ruwet lagi (mestinya sih rileks saja ya). Coba selami masa lalu ketika Krakatau Steel mengikuti Galakarya dan Pelita Jaya (Galatama). Nah, dari catatan ini, “kepemilikan”, “penamaan”, dan “sejarah” merupakan sesuatu hal yang bisa jadi berbeda. Jaman memang telah “bergerak”.
Selain pembahasan nama klub, sebetulnya saya ingin menanggapi masyarakat Bandung khususnya yang bernostalgia pertandingan derby: Bandung Raya vs Persib. Dalam sejarah, pertandingan Bandung Raya vs Persib sudah berlangsung sebanyak 8 kali, dua kali di antaranya terjadi di era sebelum Liga Indonesia. Menurut pandangan saya, (Pelita) Bandung Raya sekarang belum tentu sehebat (Mastrans) Bandung Raya dahulu. Boleh jadi Bandung Raya mengalami kalah telak dari Persib seperti ketika turnamen HUT ke-56 Persib (1989). Ya, pada masa itu, Persib di Perserikatan dan Bandung Raya di Galatama bak langit dan bumi.
Namun, jika pertanyaan tersebut dikaitkan dengan Bandung Raya tadi, derby Persib melawan Bandung Raya yang mana? Mana yang sebenar-benarnya derby?
Kecuali jika Bandung Raya merekrut pelatih dan pemain yang benar-benar berkualitas seperti masa Liga Indonesia dahulu. (Itu pun belum jaminan prestasi). Persib juga begitu he he. Namun, siapa? Pada umumnya mereka sudah direkrut klub-klub lainnya. Pemain biasa-biasa saja asal pelatih bisa meraciknya? Boleh juga karena itu pun bukan jaminan untuk gagal. Bagaimana dengan para pemain bintang (yang diputus kontraknyaoleh klub lain) untuk tahun kedua? Bisa jadi. Itu pun jika Bandung Raya tidak mengalami degradasi ke Divisi Utama LI….
Ada juga hal menarik. Kok klub amatir bisa mengakuisisi klub profesional? Selama aturannya belum jelas (?), bagi saya hal itu bisa-bisa saja. Apalagi di Indonesia, tiada yang tidak mungkin. Semua bisa diatur. (Maaf, tentu dalam pandangan positif). Namun, terlepas dari itu, inilah yang beberapa waktu lalu saya ungkapkan sebagai salah satu kerancuan dalam sepak bola Indonesia. Dalam tulisan terdahulu, saya mengungkapkan: “Apakah klub yang degradasi ke Divisi I, status profesionalnya akan otomatis menjadi amatir dan sebaliknya, klub Divisi terbawah statusnya akan berubah secara otomatis dari amatir ke profesional”. Pernyataan itu tampaknya memperoleh perwujudannya dalam kasus Bandung Raya ini. Sejatinya pula, pernyataan itu bukan pernyataan saya, tetapi saya membacanya pula pada tulisan Pak Tendy K. Somantri (Pikiran Rakyat). Ya, saya mengapresiasi saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar